Post

Tanggamus - Bidang Usaha dan Pasca Panen melakukan kunjungan ke tiga pelaku usaha yang bergerak dalam pengolahan hasil peternakan di Kab. Tanggamus, Prov. Lampung. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi pelaku usaha potensial yang ada di Kab. Tanggamus dan mendiskusikan kendala yang dialami oleh para pelaku usaha, Selasa (01/12/2021).

 

Usaha pertama adalah Ayomi Farm yang memproduksi telur ayam omega 3. Usaha ini dijalankan oleh Bapak Albert dan terletak di Desa Way Halom, Kec. Gunung Alip. Ayomi Farm sudah memiliki sertifikasi NKV Level 1 dan 85% pemasaran dilakukan di Jabodetabek dan Bandung. Kendala yang dialami oleh Ayomi Farm adalah kurangnya populasi ternak sehingga tidak mampu mencukupi permintaan pasar yang tinggi. 

 

Usaha kedua adalah Gisting Dairy Farm yang memproduksi susu sapi segar. Usaha ini dijalankan oleh Sdr. Andrio dan terletak di Desa Sidokaton, Kec. Gisting. Susu segar di peternakan tersebut diperah langsung dari 16 sapi perah produktif dari 26 sapi perah yang ada. Dalam sehari produksi susu mencapai 70 liter. Pemasaran dilakukan di Bandar Lampung (kedai Yu One Milk) dan Gisting. Kendala yang dialami oleh pemilik usaha ini adalah minimnya pengetahuan pemilik tentang pengajuan sertifikasi izin MD, sehingga diharapkan Dinas Kabupaten dan Provinsi terkait dapat memberikan edukasi dan pembinaan mengenai penerapan sertifikasi izin edar MD agar pemasaran susu segar ini bisa diperluas.

 

Usaha ketiga yang dikunjungi adalah Madu IKAT yang terletak di Desa Pematang Sawa, Kec. Wonosobo . Budidaya lebah madu ini dijalankan oleh kelompok IKAT (Ikatan Klanceng Tanggamus) dan diketuai oleh Pak Asmawan. Kelompok IKAT sudah memiliki 20 lokasi budidaya dengan luas setiap lokasi adalah 1 hektare dan total log kurang lebih 1.600. Dalam 2 bulan produksi madu yang dihasilkan bisa mencapai 50-70kg. Terdapat empat jenis lebah yang dibudidayakan yaitu Heteronyroogona Itama, Tetrigona Apicalis, Genio Trigona Thorasica, dan Apis Dorsata. Pemasaran Madu Ikat sudah mencapai seluruh Sumatera, Jawa, dan beberapa kali ke India dan China. Kendala yang dialami oleh kelompok IKAT adalah kurangnya sarana prasarana (dehum) yang digunakan untuk menurunkan kadar air dalam madu yang menjadi salah satu syarat agar produk bisa dipasarkan di modern market dan retail market.